"The Black Demon" (2023) Review

Sejak kekacauan yang ditimbulkan oleh Cocaine Shark dan pertumpahan darah di Jurassic Shark 3: Seavenge yang jelas masih membayangi para pemirsa, kehadiran film bernuansa hiu lain seperti halnya kemunculan The Black Demon, tentu bukan lagi menjadi opsi tontonan yang begitu jelas untuk dinikmati. Namun ada yang menarik perhatian ketika ide film tentang makhluk laut berbiaya lumayan, mungkin akan memberikan suatu skenario yang susah untuk dikesampingkan.

"The Black Demon" (2023) Review

Kita bertemu Paul Sturges (dibintangi Josh Lucas - Session 9, The Forever Purge). Dia adalah petugas keamanan di perusahaan minyak lepas pantai Nixon Oil (nama perusahaan ini kurang menggugah keyakinan untuk nama sebuah anjungan). Paul diberi mandat untuk berangkat ke Baja dalam rangka memeriksa salah satu rig perusahaan Nixon dan sekaligus pula Paul memboyong keluarganya kesana. Tentu saja, Paul bertujuan untuk bekerja, namun istrinya Ines (dibintangi Fernanda Urrejola - The Fist of the Condor), putri mereka Audrey (dibintangi Venus Ariel - NCIS) dan putranya Tommy (dibintangi Carlos Solorzan - Flamin Hot), mereka semuanya tujuannya ya berwisata liburan.

Namun sayang, trip lepas pantai kali ini awalnya memang seolah seperti perjalanan menyenangkan, yang mana sejak kunjungan kerja Paul terakhir kali ke anjungan itu, lokasinya telah sepi dan orang-orang yang masih tersisa di daerah itu malah menganggap mereka sebagai musuh. Petugas perahu yang semestinya harus mengantarkannya ke anjungan minyak itu berkata bahwa anjungan telah membangunkan iblis. Sementara para penduduk setempat yang pada mabuk seolah punya niat buruk kepada Audrey, membuat Ines bergegas membawa keluarga keluar dari lingkungan itu dan ikut bergabung dengan Paul di anjungan dimana Paul sedang memeriksa adanya kebocoran pipa besar, dan diketahuinya bahwa hanya tersisa Chato (dibintangi Julio Cesar Cedillo - Sicario), Junior (dibintangi Jorge A Jimenez - Machete Kills), Narcos  kru yang tersisa, dan seekor anjing cihuahua bernama Toro, sementara yang lain seolah telah raib ditelan bumi.

Adrian Grunberg, sang sutradara, sepertinya terobsesi dengan aroma Meksiko, seperti dua filmnya sebelumnya yaitu Get the Gringo dan Rambo: Last Blodd, semuanya disetting di wilayah Meksiko juga. Kal ini, Grunberg dibantu penulis naskah Carlos Cisco dan Boise Esquerra, mengaitkan filmnya dengan cerita legenda monster raksasa dan masalah ekologi yang timbul di daerah Baja.

Kembali ke anjungan yang bocor, sepertinya kebocoran itu telah terjadi selama berbulan-bulan lalu dan tidak ada yang perduli, termasuk kantor pusat yang menganggap bahwa biaya perbaikannya tidak sepadan. Karena itu Nixon oil bahkan menahan begitu lama untuk akhirnya menugaskan Paul ke lokasi. Apakah kebocoran minyak ini yang menjadi pemicu kemarahan dewa Aztec untuk bangkit dan melakukan pembalasan? Atau hanya salah satu makhluk besar dari lautan yang muncul ke permukaan karena menganggap para pekerja migas itu sebagai santapan segar? Black Demon mencoba meyakinkan pemirsa jika film ini lebih baik dari alur megalodon lain yang mana mereka mengupayakan pemirsa untuk berhalusinasi hingga rahasia terungkap.

Yah, cukup disayangkan ketika film monster Black Demon malah terkesan pelit menampilkan si setan hitam raksasa, yang mana sebagai konten thriller, film ini malah tidak banyak menonjolkan ketegangan ketika mereka mencoba mencari jalan keluar dari anjungan sebelum kehancuran total terjadi. Konflik yang lebih ditampilkan malah perdebatan antara Paul dan Chato sepanjang persoalan tanggung jawab Nixon Oil akan tumpahan minyak dari kebocoran pipa yang tentu sangat berpengaruh buruk bagi warga setempat. Tidak ada dialog yang semakin mendalam dan tajam dalam pokok pembicaraan mereka dan tidak menghasilkan resolusi kecuali menghabiskan waktu agar terisi dengan panjang, yang sebenarnya dapat di fungsikan lebih baik lagi.

Pengambilan gambar cukup baik ketika hiu raksasa itu mengintai siapapun yang bernasib buruk berada di perairan, namun durasi mendebarkan dari situasi itu sebenarnya masih bisa ditambah. Yang pada akhirnya, ending klise pun dikeluarkan, kejutan yang sudah ditunggu-tunggu pemirsa. Setidaknya penggunaan efek CGI dalam film setan hitam ini mungkin masih diatas rata-rata dari sejumlah film berbau hiu yang lain yang kadang malah menyebalkan. Kengerian yang ditampilkan juga cukup memuaskan, rate "R" tidak bohongan karena memang terlihat bagus. Adegan ketika putri mereka, Audrey berenang diantara potongan tubuh pekerja itu seharusnya masih bisa diberikan visual yang lebih baik lagi. 

Yah, The Black Demon berakhir dengan sejumlah kekurangpuasan. Mungkin bisa dikatakan jika film ini hampir gagal menampilkan dirinya sebagai sebuah horor thriller. Yang jelas, film ini masih lebih baik dari Cocaine Shark lah ya kan. 

Biodata Singkat Josh Lucas

Josh Lucas adalah aktor Amerika yang lahir pada tanggal 20 Juni 1971 di Little Rock, Arkansas. Dia telah muncul di banyak film, acara televisi, dan produksi panggung. Lucas memulai karir aktingnya pada awal 1990-an, muncul dalam film seperti "Alive" (1993) dan "Youth in Revolt" (1996). Namun, pengakuan yang lebih tegas diperolehnya dalam perannya sebagai Jake Perry dalam drama romantis "Sweet Home Alabama" (2002) saat berhadapan dengan Reese Witherspoon. Kesuksesan film tersebut membantu menjadikan Lucas sebagai salah satu aktor yang dikenal di Hollywood.

Sepanjang karirnya, Lucas telah memerankan berbagai karakter di berbagai genre. Dia telah membintangi film seperti "Hulk" (2003), "Glory Road" (2006), "Poseidon" (2006), dan "Ford v Ferrari" (2019). 

Selain berkarir di film, Lucas juga merambah ke televisi. Dia muncul dalam serial "The Firm" (2012) dan peran berulang dalam "Yellowstone" (2020). Dia juga tampil di atas panggung dalam produksi Broadway, termasuk "The Glass Menagerie" dan "Long Day's Journey Into Night."

Post a Comment for ""The Black Demon" (2023) Review"