"Transformers: Rise of the Beasts" Review Indonesia

"Transformers: Rise of the Beasts" Review Indonesia

Franchise Transformer masih terus bergulir dan kita telah dipertemukan dengan bagian ketujuh dari film laga fiksi Transformers: Rise of the Beasts. Film ini membawa kita kembali ke setting tahun 1994 sebagai bagian dari sekuel ke Bumblebee. Film ini dibintangi oleh Anthony Ramos yang mengambil karakter Noah Diaz, ahli elektronik yang kemudian secara tak sengaja, menjalin pertemanan dengan salah satu autobot, Mirage (disuarakan oleh Pete Davidson), dan mereka kini mengemban tugas untuk menyelamatkan dunia dari para Terrorcons. Rise of the Beasts disutradarai oleh Steven caple Jr., yang baru saja menyelesaikan film Creed II

Jika di film-film sebelumnya ada wajah-wajah yang tampil seperti Mark Wahlberg, Shia LaBeouf, Hailee Stenfield, maka kali ini adalah giliran Anthony Ramos untuk berada di balik kemudian sang pahlawan, manusia yang berada diantara autobot raksasa. 

Film ini diawali dengan kisah Noah, yang pada dasarnya berbeda dari karakter sebelumnya, Sam Witwicky, Cade Yeager dan Charlie Watson. Noah sebelumnya pernah bekerja di kemiliteran, namun kini sudah berhenti, dan sedang kesulitan mencari kerja demi menghidupi keluarga dan biaya pengobatan bagi saudaranya yang laki-laki. Situasi yang cukup emosional dibagian awal adalah pembuka yang bagus bagi Rise of the Beasts.

Tak mungkin bertahan lebih lama dengan pengangguran, Noah akhirnya memutuskan untuk mencuri mobil. Kali ini targetnya adalah sebuah Porsche. Sayangnya, ini bukan Porsche biasa. Ini adalah sebuah mobil robot, ada autobot yang bekerja di dalam bodi mobil, yang disaat yang sama, membantu Noah untuk melarikan diri dari kejaran polisi. Uniknya, Mirage (autobot Porsche), sepertinya menikmati aksi kejar-kejaran itu seolah menunjukkan kemampuannya di jalanan. Bagian ini cukup menyenangkan sebab autobot tidak melulu harus terlibat pertarungan. Nah, autobots punya tugas dengan membawa Noah untuk mengambil (mencuri) kunci Transwarp dan mengamankannya sebelum jatuh di tangan yang salah, yang bisa berbahaya bagi kelangsungan jagat raya.

Semua persyaratan film berkategori blockbuster sebenarnya sudah dimiliki oleh film ini. Pahlawan muda dengan skill dan siap untuk menjadi yang terdepan, ketika dunia sedang diujung tanduk, ada humor yang ditempatkan di sudut-sudut skenario, dan ada sedikit bintang. Namun entah mengapa, jalannya film terasa seperti terlalu umum yang mirip dengan apa yang dialami oleh film Dungeons and Dragons: Honor Among Thieves yang baru-baru ini telah tayang di layar lebar.

Mengatakan terlalu umum, bukan berarti pula Transformer: Rise of the Beasts tak memberi kepuasan kepada pemirsa. Banyak hal yang menyenangkan ditayangkan oleh film ini, termasuk aksi para robot yang saling bertarung dan menghancurkan itu cukup menghibur. Sayangnya, tempat-tempat yang dibuat untuk jadi latar film ini, tak lebih baik dari Michael Bay yang terdahulu. Banyak pula humor nakal yang dihilangkan, termasuk kepribadian karakter yang kurang ditonjolkan. Film ini berpuncak pada pertarungan dua pasukanyang saling kejar-kejaran satu sama lain, hal yang sama sudah terjadi di film seperti Legend of the Ten Rings atau Avengers: Infinity War. 

Saturasi film yang banyak menampilkan pewarnaan abu-abu juga cukup dikeluhkan oleh para pemirsa Marvel MCU, yah, meskipun para pecinta Transformer sepertinya tak menghiraukan hal itu, yang penting autobot favoritnya meluncur. Yah, benar saja. Mirage adalah karakter autobot yang hadir dengan menyenangkan, dia muncul selayaknya Bumblebee, dan tentunya siapa lagi kalau bukan Optimus Prime. Perlu memang merefleksikan lagi Transformer dengan karya Michael Bay yang pertama di tahun 2007.

Kepribadian dalam film ini sepertinya memang adalah hal yang paling menonjol yang menahannya untuk sukses. Transformer sepertinya hadir sebagai saduran dari berbagai konten MCU lalu menjadikannya film. 

Film menghabiskan setidaknya hampir setengah jam untuk menceritakan keluarga Noah dan Elena, yang bekerja di sebuah museum dan berpengalaman dibidang artefak. Cerita yang terlalu lama dan rada datar. Selain itu, Elena tidak punya cerita lain. Siapa Elena?

Ini sangat jauh berbeda dengan apa yang ada dalam karakter Sam Witwicky (Shia LaBeouf) bersama Mikaela (Megan Fox), yang kesannya rileks dan menyenangkan. Bahkan orang tua nya si Sam juga membagikan kelucuan. Film ini terlalu serius dan minim komedi. 

Namun, berkat koreografinya, mereka mampu menciptakan beberapa momen yang benar-benar muantapp, yang benar-benar akan membuat pemirsa kagum. Beberapa aksi telah dilakukan berkali-kali sebelumnya, tetapi kita akan senang melihat mereka mampu menciptakan beberapa aksi aksi yang benar-benar menakjubkan.

Sebagai contoh pengambilan gambar. Film ini menggunakan teknik pengambilan yang mana kamera mengikuti karakter dari bagian belakang, yang menciptakan visual seolah point of view dari penonton. Terutama dengan dua karakter utama, Noah dan Elena yang harus melarikan diri atau sedang bersama Arcee. 

Nah, di setiap Transformer, biasanya Optimus Prime akan memberikan kata-kata wejangan penutup, namun film ini agak berbeda dari semua yang pernah ada. Bagian akhir film ini sangat bagus. Tidak tidak bisa membaca apa yang akan terjadi pada akhir film, dan ini sepertinya menutup film, ataukah akan ada sekuel baru? 

Akhirnya, penilaian film itu sifatnya sering subjektif. Jadi intinya adalah, Transformers: Rise of the Beasts, adalah film yang sangat menghibur dan menyenangkan, terutama bagi para penggemar yang sudah menanti-nanti kehadirannya. Film ini menjanjikan elemen baru ke dunia Transformer, dan tidak melupakan masa lalunya. Visual yang jelas sangat mengagumkan, aksi-aksi yang mendebarkan, dan karakter secara umum menyenangkan, membuat film ini layak untuk ditonton.

إرسال تعليق for ""Transformers: Rise of the Beasts" Review Indonesia"