Review Film: Love Lies Bleeding 2024 Kristen Stewart

"Love Lies Bleeding" adalah film thriller romantis mencekam yang membawa pemirsa dalam perjalanan mendebarkan melalui cinta, kesetiaan, dan pengkhianatan yang kusut. Disutradarai oleh Rose Glass dan menampilkan pemeran bintang termasuk Kristen Stewart, Katy O'Brian, Jena Malone, Anna Baryshnikov, Dave Franco, dan Ed Harris, produksi bersama antara Inggris dan Amerika Serikat ini berlatar tahun penuh gejolak di Inggris 1989.

Love Lies Bleeding 2024

Pada intinya, film ini menggali hubungan asmara yang rumit antara seorang manajer gym yang tertutup dan memiliki hubungan dengan keluarga kriminal terkenal, dan seorang binaragawan ambisius dengan impian yang besar. 

Dengan skenario yang ditulis bersama oleh Glass dan Weronika Tofilska, film ini menawarkan narasi cinta sejenis antara dua wanita. Sebuah film yang mana karakternya kebetulan adalah lesbian. Saya orang yang tipikalnya kurang menyukai film bernuansa seperti ini, namun untuk kali ini kelihatannya filmnya tidak berlebihan. Plot film ini juga berjalan lurus namun tidak mudah ditebak. 

Pemeran:

  • Kristen Stewart sebagai Louise "Lou" Langston
  • Katy O'Brian sebagai Jaqueline "Jackie" Cleaver
  • Jena Malone sebagai Bethany "Beth" Langston
  • Anna Baryshnikov sebagai Daisy
  • Dave Franco sebagai J.J.
  • Ed Harris sebagai Lou Langston Sr.

Gym berfungsi sebagai latar belakang dinamika menarik antar karakter. Di tengah tubuh yang berkeringat dan beban yang berdentang, Lou, manajer gym penyendiri yang diperankan oleh Kristen Stewart, mengamati adegan tersebut dengan perasaan tidak terikat. Namun, perhatiannya teralihkan oleh Daisy, seorang pengunjung gym yang diperankan oleh Anna Baryshnikov, yang naksir Lou karena pertemuan romantis mereka di masa lalu. Terlepas dari kemajuan Daisy, Lou tetap menjauhkan diri, tidak menunjukkan minat untuk menjalin hubungan.

Namun, sikap Lou berubah saat dia bertemu Jackie, seorang drifter karismatik yang diperankan oleh Katy O'Brian. Kehadiran Jackie memicu hubungan dengan Lou, dan keduanya dengan cepat terikat karena kesamaan minat dan ambisi. Saat Jackie bersiap untuk berkompetisi dalam kompetisi binaraga di Las Vegas, Lou mendapati dirinya tertarik pada jiwa petualang dan kepribadian magnetisnya.

Film ini dengan berani bertualang keluar dari batasnya, menyalurkan semangat thriller klasik sambil menambahkan sentuhan modern ke dalamnya. Sutradara Rose Glass dengan terampil menangkap esensi genre ini, membenamkan pemirsa dalam dunia intrik yang diterangi lampu neon dan ketegangan yang membara.

Inti dari film ini adalah Jackie, yang diperankan dengan mendalam oleh Katy O'Brian. Tidak seperti femme fatales tradisional, Jackie menentang ekspektasi yang muncul sebagai karakter multifaset. 

Ketajaman Glass terhadap detail dan sinematografi membawa penonton ke dunia binaraga yang kumuh, tempat gairah dan bahaya bertabrakan. Dengan latar belakang ini, hubungan Lou dan Jackie mulai berkembang, penuh ketegangan dan ketidakpastian. 

Penampilan Kristen Stewart dan Katy O'Brian luar biasa untuk mengangkat film ini. Gambaran Stewart tentang Lou sangat mentah dan intens, menangkap kerinduan karakter tersebut akan sebuah hubungan di tengah beban masa lalunya. Di setiap adegan, Stewart membenamkan dirinya sepenuhnya ke dalam jiwa Lou yang kompleks.

Berlawanan dengan Stewart, O'Brian bersinar sebagai Jackie. Penampilan O'Brian memungkinkan Jackie melampaui batas-batas tipikal femme fatale yang khas dan muncul sebagai sosok yang memiliki banyak sisi yang dapat dihubungkan. 

Film ini menggali jauh ke dalam hasrat yang rumit, mengeksplorasi situasi yang mendorong orang melakukan tindakan ekstrem atas nama cinta atau obsesi. Rose Glass dengan terampil membedah tema-tema ini, menggunakan pengalaman para karakter untuk menerangi aspek-aspek gelap dari sifat manusia. Kekerasan dalam film tersebut, meski brutal, berfungsi sebagai metafora yang kuat untuk gejolak emosional yang melanda karakter-karakter tersebut saat mereka menjalani hubungan yang penuh gejolak.

Namun, alur ceritanya terkadang tidak seimbang, dengan bagian tengah film sedikit tertunda karena fokusnya beralih ke unsur kriminal. 

Banyak kisah cinta LGBTQ sering kali kesulitan membedakan nafsu dengan cinta, dan "Love Lies Bleeding" tidak terkecuali. setengah jam lebih film ini diawali dengan perkenalan dan berbagai adegan seks serampangan, yang berupaya menggambarkan romansa yang berkembang antara dua karakter sentral. Namun, di tengah adegan-adegan ini, unsur-unsur cerita yang lebih traumatis muncul, yang pada akhirnya membuat penonton mempertanyakan apakah karakter-karakter tersebut benar-benar mendapatkan apa yang bisa dianggap sebagai cinta di akhir film.

Meskipun film ini bertujuan untuk menggambarkan hubungan tulus antara karakter-karakternya, fokus berlebihan pada keintiman fisik dapat mengurangi keaslian hubungan mereka. Alih-alih menggali lebih dalam nuansa emosional cinta, narasinya lebih mengandalkan penggambaran hasrat yang dangkal. Akibatnya, pengembangan ikatan bermakna antar karakter terasa terburu-buru dan kurang berkembang.

Selain itu, elemen traumatis yang diperkenalkan di sepanjang cerita semakin memperumit penggambaran cinta. Pada akhir film, penonton mungkin mempertanyakan keaslian cinta yang digambarkan, karena cinta tersebut tidak memiliki kedalaman emosional dan resonansi yang diperlukan untuk sebuah hubungan yang tulus.

Love Lies Bleeding bergulat dengan tantangan untuk menyeimbangkan hasrat fisik dengan keintiman emosional, yang pada akhirnya kurang bertenaga dalam menggambarkan kisah cinta LGBTQ yang lebih menarik. 

Ketelanjangan yang berlebihan mungkin tidak menyenangkan bagi sebagian penonton, terutama jika terasa serampangan dan kurang memiliki tujuan bermakna dalam plotnya. Meskipun mengeksplorasi tema keintiman dan hasrat merupakan bagian integral dalam penceritaan, hiperseksualisasi karakter dan adegan dapat mengalihkan narasi keseluruhan dan membuat penonton merasa tidak nyaman.

Film ini harusnya berusaha menemukan keseimbangan antara menggambarkan keintiman dengan cara yang menyajikan cerita dan karakter secara otentik, tanpa menggunakan konten grafis yang tidak perlu  yang semata-mata untuk memberikan kejutan atau rangsangan. Pendekatan yang lebih halus dan bernuansa dalam menunjukkan tindakan seksual bisa sama efektifnya dalam menyampaikan emosi dan dinamika antar karakter tanpa mengasingkan penonton.

Film ini memang diberi peringkat R karena banyaknya kekerasan ketelanjangan dan seks, tapi jika hal itu tidak mengganggu, maka ini saatnya kamu menikmati filmnya. Sebuah film berharga dengan penampilan bagus yang baru dari Kristen Stewart.

Post a Comment for "Review Film: Love Lies Bleeding 2024 Kristen Stewart"