After Last Season 2009: Eksperimen Telepati Mahasiswa
"After Last Season" adalah film drama fiksi ilmiah Amerika tahun 2009 yang membawa pemirsa pada perjalanan menakjubkan ke dunia misteri dan intrik. Ditulis, disutradarai, diproduksi, dan diambil gambarnya oleh Mark Region, film ini mengikuti kisah dua mahasiswa kedokteran, yang diperankan oleh Jason Kulas dan Peggy McClellan, yang memulai upaya untuk mengungkap identitas seorang pembunuh misterius yang meneror teman sekelas mereka.
Poster film After Last Season 2009 - oleh Wikipedia |
Inti dari film ini adalah penggunaan mikrochip saraf eksperimental, yang mendorong para protagonis ke dalam penyelidikan berisiko tinggi.
Sinopsis:
Sarah dan Matthew mendapati dirinya terlibat dalam kisah membingungkan dengan latar belakang sebuah universitas yang melakukan eksperimen ilmiah. Saat magang, mereka menemukan serangkaian pembunuhan yang mengganggu kampus mereka dan memutuskan untuk menyelidikinya. Berbekal alat penghubung pikiran, mereka secara tidak sengaja menghubungkan kesadaran mereka dan terjerat dalam intrik jahat si pembunuh di kampus itu.
Pemeran:
- Jason Kulas sebagai Matthew Andrews
- Peggy McClellan sebagai Sarah Austin
- Scott Winters sebagai Dr
- Casey McDougal sebagai Anne Plaven
- Joan-Marie Dewsnap sebagai Haley Marlen
Plot film ini bertentangan dengan naratif tradisional, menawarkan pengalaman nyata dan terputus-putus yang ditandai dengan tindakan karakter yang membingungkan dan kejadian yang tidak dapat dijelaskan. Pemirsa terombang-ambing dalam lautan peristiwa yang tidak dapat dijelaskan, dengan perubahan lokasi dan percakapan tidak masuk akal yang menandai alur cerita yang membingungkan.
Meskipun premisnya menjanjikan drama, aksi, dan ketegangan, tapi eksekusinya gagal, membuat penonton menggaruk-garuk kepala melihat apa yang sedang terjadi. Di tengah kekacauan, teman sekamar Sarah terlibat dalam diskusi dangkal tentang topik-topik biasa, yang semakin menambah terputus dan bingung.
Kualitas film ini sangat jelas—tidak hanya buruk, tapi juga menyiksa. Kurangnya kualitas, ditambah dengan plot yang sangat panjang, menjadikannya masuk daftar yang sebaiknya dihindari.
Desakan film ini untuk menggali detail-detail biasa, seperti cara kerja mesin MRI, terasa seperti upaya aneh untuk menghabiskan waktu tayang daripada berkontribusi secara berarti pada cerita. Tampaknya ketertarikan sutradara pada hal-hal teknis menutupi kebutuhan akan penceritaan.
Agak aneh saat melihat bahwa After Last Season menggunakan anggaran yang begitu besar tanpa memberikan aspek kualitas pembuatan film apa pun. Dengan $5 juta yang mereka miliki, orang akan mengharapkan tingkat keahlian dan perhatian terhadap detail yang tidak terlihat pada produk jadinya.
Dari alat peraga yang lemah dan desain set yang tidak bagus hingga pencahayaan dan penyuntingan yang amatir, kekurangan teknis film ini sangat terlihat jelas.
Selain itu, akting di bawah standar juga nyatanya memperburuk kesengsaraan film dengan penampilan yang kaku, canggung, dan pada akhirnya menggelikan. Penonton terombang-ambing dan berakhir frustrasi.
Pada akhirnya, hal ini merugikan baik pembuat film maupun penonton ketika sebuah proyek dengan potensi seperti itu gagal memenuhi ekspektasi. Ini menjadi pengingat akan pentingnya keterampilan, dedikasi, dan kreativitas dalam dunia perfilman.
Post a Comment for "After Last Season 2009: Eksperimen Telepati Mahasiswa"