As Long as the Lemon Trees Grow (Zoulfa Katouh)
"As Long As The Lemon Trees Grow" adalah novel debut Zoulfa Katouh sebagai penulis, berhasil meraih berbagai penghargaan. Dengan tebal 417 halaman, novel ini telah dirilis pertama kali 13 September 2022. Ceritanya disetting di wilayah Suriah di daerah Homs dan Raqqa.
Sampul As Long as the Lemon Trees Grow (karya Zoulfa Katouh) |
Novel ini menyelami realita perang Suriah yang menyayat hati, menawarkan gambaran yang tajam tentang bertahan di tengah kekacauan. Melalui sudut pandang karakter utama, pembaca menyaksikan perjalanan mengerikan dalam mengatasi trauma dan menjalani kehidupan yang penuh ketidakpastian dengan latar belakang kematian dan kehancuran yang meluas. Dilengkapi dengan sentuhan halus romansa, novel ini mengeksplorasi tema cinta, kehilangan, dan harapan dalam menghadapi kesulitan, menawarkan narasi menarik yang sangat disukai pembaca dewasa.
Plot
Sekarang ditempatkan di sebuah rumah sakit di Homs, Salama mendedikasikan dirinya untuk membantu banyak orang terluka yang datang ke rumah sakit tersebut setiap hari. Namun, di balik topeng tanpa pamrihnya terdapat keputusasaan yang tersembunyi: kebutuhan mendesak untuk melarikan diri dari tanah airnya yang dilanda perang sebelum saudara iparnya, Layla, yang sedang hamil membawa kehidupan baru ke dunia yang dibayangi oleh kekacauan.
Keputusasaan ini memanifestasikan dirinya dalam bentuk Khawf, seorang teman khayalan di dalam pikirannya, yang mewujudkan ketakutan terdalam Salama dan membayangi setiap langkahnya, sebuah pengingat akan kenyataan berbahaya yang dia hadapi. Saat Salama bergulat dengan beban ganda yaitu kewajibannya terhadap orang lain dan keinginan kuatnya untuk melarikan diri, Khawf menjadi bayangan yang selalu ada, mendorongnya menuju masa depan yang tidak pasti.
Meskipun Khawf terus mendorongnya untuk melarikan diri, Salama terpecah antara kesetiaannya yang mendalam terhadap tanah airnya dan tekadnya untuk memastikan keselamatan hidupnya. Saat berada diantara medan perang, menghindari peluru dan bom sambil bergulat dengan kompleksitas moral dari situasinya, tekad Salama diuji habis-habisan.
Namun, di tengah kekacauan dan ketidakpastian, sebuah pertemuan tak terduga dengan pria yang seharusnya ia temui di hari penting memaksa Salama untuk menghadapi rapuhnya keyakinannya. Tiba-tiba, kemungkinan meninggalkan rumah menjadi penuh keraguan, saat Salama bergulat dengan keinginan hatinya yang bertentangan dan tarikan tanah airnya yang tak terhindarkan.
Salama mengubah sudut pandangnya mengenai peristiwa penuh gejolak yang melanda tanah airnya. Tidak lagi puas melihatnya hanya sebagai sebuah perang, ia mulai mengakuinya sebagai sebuah revolusi besar, sebuah perubahan besar dalam tatanan masyarakat Suriah. Menghadapi kesadaran ini, Salama terpaksa menghadapi perannya sendiri dalam membentuk nasib bangsanya. Dengan kejelasan baru, dia harus bergulat dengan keputusan penting tentang cara terbaik untuk memberikan suaranya kepada mereka yang menyerukan kebebasan Suriah.
***
Salama, tokoh protagonis tangguh kita, awalnya adalah seorang mahasiswa farmasi, yang kemudian terdorong ke dalam peran dokter karena kenyataan pahit perang. Tanggung jawab berat dari profesi medis di zona perang, yang setiap hari selalu mendatangkan korban, pertumpahan darah, dan kematian yang tiada henti, menjadi teman suram Salama. Meskipun tantangan berat yang dihadapinya, Salama harus menghadapi tidak hanya luka fisik orang lain namun juga luka emosional mendalam yang mengancam jiwanya sendiri.
Kenan muncul sebagai seorang pemuda yang sangat bersemangat dengan nasionalisme yang kuat terhadap tanah airnya, didorong oleh keinginan yang mendalam untuk melakukan perubahan nyata. Dipicu oleh rasa tanggung jawab yang membara, ia mengambil tindakan berani dengan mengunggah video yang mendokumentasikan penindasan brutal yang dilakukan rezim terhadap rakyatnya sendiri, termasuk penghancuran bangunan secara tidak disengaja dan hilangnya nyawa secara tragis. Di era di mana informasi adalah senjata yang ampuh, upaya berani Kenan untuk mengungkap kenyataan pahit perang itu kepada komunitas internasional menjadi harapan di tengah kegelapan konflik, yang menggambarkan komitmennya untuk mengungkap kebenaran dengan cara apa pun.
Nasib Salama dan Kenan yang saling terkait semakin bergema seiring masa lalu mereka yang sama muncul dari balik bayang-bayang. Saat berada di ambang pertunangan yang diatur oleh orang tua mereka, hubungan mereka yang mulai berkembang tiba-tiba terhenti karena pecahnya perang, yang dengan kejam merampas keluarga mereka dan menghancurkan rencana masa depan mereka. Namun, di tengah kekacauan dan kehilangan, perasaan akan takdir mulai bergejolak, mengisyaratkan ikatan yang melampaui arus perang yang penuh gejolak. Saat mereka menghadapi konflik dan kehilangan, Salama dan Kenan saling tertarik satu sama lain, jalan mereka bertemu dalam kekuatan cinta.
Momen-momen lembut antara Kenan dan Salama dan keberanian mereka dipenuhi dengan romansa yang tenang dan bersahaja yang sangat bergema di kalangan pembaca. Jauh dari kesan klise atau ngeri, hubungan mereka digambarkan dengan keaslian mentah yang menangkap esensi cinta sejati di tengah kesulitan. Kehadiran Kenan yang teguh di sisi Salama sepanjang cobaan dan trauma yang dialaminya menjadi pengingat ikatan mereka. Dukungannya yang diwujudkan melalui sikap lembut dan pelukan yang menenangkan, menunjukkan pengabdiannya yang mendalam terhadap keselamatan Salama, memastikan bahwa dia merasa aman, terlindungi, dan dihargai di tengah-tengah kekacauan.
As Long as the Lemon Trees Grow benar-benar merupakan gambaran yang tajam dan menghantui, menggambarkan rasa sakit dan penderitaan mendalam yang dialami oleh orang-orang yang berjuang demi kebebasan mereka melawan penindasan. Melalui sketsa-sketsa yang memilukan seperti seorang anak laki-laki yang menghadapi kematiannya dengan janji untuk menyampaikan penderitaannya kepada kekuatan yang lebih tinggi, prajurit Tentara Pembebasan Suriah yang tangguh melanjutkan perjuangan meski kehilangan anggota tubuh, dan penderitaan diam-diam dari seorang seorang anak yatim piatu berusia 13 tahun yang mengalami trauma dan tidak bisa berkata-kata karena kehilangan orang tuanya, novel ini mengungkap kenyataan hidup yang mengerikan di tengah konflik besar.
Kekerasan tanpa pandang bulu yang menimpa warga sipil, yang dicontohkan dengan pemboman yang tidak masuk akal terhadap bayi-bayi tak berdaya di dalam inkubator, menjadi pengingat akan besarnya korban jiwa akibat perang. Kisah-kisah yang menghantui ini, dijalin dengan empati dan kasih sayang, sangat menyentuh hati pembaca.
Novel ini juga merupakan bukti kekuatan harapan yang meresap di setiap halaman. Sebuah harapan yang tumbuh subur dalam mekarnya cinta dan cahaya di tengah kegelapan peperangan. Hal ini bergema dalam alunan lagu kebangsaan, menggemakan semangat masyarakat yang bersatu dalam perjuangan kebebasan.
Hal ini tercermin dalam diri para pengungsi, yang berpegang teguh pada janji suatu hari nanti mereka akan kembali ke tanah air tercinta. Bukan sekadar narasi kepedihan, novel ini merupakan perayaan atas ketangguhan dan harapan tak tergoyahkan dari masyarakat yang terlibat dalam revolusi. Harapan yang gamblang inilah yang menjadi seruan, menginspirasi pembaca untuk berdiri dalam solidaritas dengan rakyat Suriah dan bergabung dalam perjuangan demi kebebasan mereka. Melalui penggambaran harapan dalam menghadapi kesulitan, As Long as the Lemon Trees Grow menantang kita semua untuk mengambil tindakan dan memberikan suara kita kepada mereka yang menolak untuk dibungkam dalam upaya untuk meraih keadilan dan kebebasan.
Post a Comment for "As Long as the Lemon Trees Grow (Zoulfa Katouh)"